Depok, Penaberita.id–Selepas adzan maghrib, langit di Depok mulai menggelap. Satu persatu muda-mudi Depok (mahasiswa, pelajar dan warga milenial serta Gen Z) sudah mulai berdatangan. Mereka mulai mengatur posisi nonton dengan nyaman dan rapi di muka panggung pertunjukan yang berada di halaman kampus Jakarta Global University, Depok pada Minggu 15 September 2024.
Sementara temaram lampu yang berlompat-lompatan di atas panggung menjadi semacam penanda sekaligus petanda bakal dimulainya drama kolosal, “Wangsit Prabu Siliwangi” yang menampilkan para seniman budayawan dan tokoh Depok dari Lembaga Kebudayaan Depok (LKD) bersama Ikatan Budaya Sunda (IBS) serta komunitas dan lembaga terkait lainnya.
Pertunjukan tersebut juga menampilkan pembacaan puisi yang apik dari penyair terkemuka Tanah Air, Sihar Ramses Simatupang. Tepuk tangan mulai bergemuruh dan bahkan semakin bergemuruh, tepat ketika Sultan Cirebon yang diperankan legislator DPR RI H. Nuroji dengan kostum dan mahkota berwarna emas serta pengikutnya yang diperankan oleh Bambang Wahyudin dengan kostum berwarna hijau serta sarung juga blangkon bermotif batik.
Penasehat LKD, H. Nuroji mengatakan seni kolosal dengan judul Wangsit Prabu Siliwangi dipilih karena banyak masyarakat Depok, baik yang senior termasuk anak-anak muda belum begitu mengenal sejarah dan budaya Depok. Di mana Depok tidak lepas dari kerajaan Padjajaran, yaitu Prabu Siliwangi sebagai rajanya.
Banyak yang tidak mengerti tentang bagaimana perjalanan Kerajaan Padjajaran yang sampai sekarang tidak ada. Apakah kerajaan itu bubar, kalah perang atau ke mana rajanya, meninggal atau tidak, sampai sekarang masih kontroversi.
“Jadi, pertunjukan seni Wangsit Prabu Siliwangi yang kita tampilkan malam ini merupakan upaya mengenalkan sekaligus mendekat kembali sejarah dan warisan budaya Depok,” imbuh Nuroji.
Bang Nuroji (sapaan karibnya) juga menjelaskan, pertunjukan Wangsit Prabu Siliwangi yang ditampilkan malam ini versi Prabu Siliwangi yang moksa (menghilang dari bumi tidak ada makamnya). Tapi, ada sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi meninggal, namun tidak ada kuburnya, dan tidak bisa ditunjukkan kapan wafatnya.
“Jadi semua masih misteri. Ada yang percaya menjelma menjadi macan. Sehingga, simbol Siliwangi berupa harimau. Dan ini juga masih menjadi legenda,” jelasnya.
Selanjutnya dari beberapa versi itu pihaknya angkat dan tampilkan sebagai pertunjukan karya seni, yakni versi moksa yang artinya menghilang. Karena tidak ingin berperang sama anaknya sendiri, yaitu Raden Kian Santang yang sudah memeluk Islam kemudian meminta ayahnya untuk masuk Islam, namun tidak mau dan tetap ingin Kerajaan Padjajaran seperti semula.
Karena pertimbangan tidak mau berperang sama anaknya, akhirnya moksa. Kemudian, sebelum moksa, Prabu Siliwangi memberikan wangsit kepada rakyatnya, salah satunya; yang mau ikut dia, memisahkan diri ke selatan, yang tidak ingin ikut siapa-siapa ke Kulon, yang ingin pulang kampung ke Wetan.
“Ini salah satu wangsit dari banyaknya wangsit dari Prabu Siliwangi,” pungkasnya.* Frans