Jakarta—Wakil Gubernur (Wagub) Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria membacakan pidato penjelasan Gubernur Provinsi DKI Jakarta terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Setelah dibacakan, Raperda itu pun diserahkan pada Pimpinan DPRD DKI Jakarta, di Ruang Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (7/2).
“Rancangan Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas merupakan revisi dari Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pelindungan Penyandang Disabilitas karena secara filosofis belum sepenuhnya menggunakan pendekatan social model dalam pengaturannya, yang menitikberatkan kepada cara pandang multisektor terhadap pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas,” tutur Ahmad Riza Patria, Wagub DKI Jakarta, seperti dikutip dari siaran pers PPID DKI Jakarta, Senin (7/2).
Ia melanjutkan, secara sosiologis, Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pelindungan Penyandang Disabilitas sudah tidak relevan. Sebab, banyak praktik pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas didasarkan inisiatif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam merespons kebutuhan langsung penyandang disabilitas dan masyarakat penyandang disabilitas di Jakarta jumlahnya sudah kian bertambah.
“Secara yuridis, Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pelindungan Penyandang Disabilitas perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai rujukan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia, termasuk di wilayah DKI Jakarta,” jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, perlu ada pengaturan lebih lanjut dengan memperhatikan ketentuan yang ada dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terutama yang terkait dengan urusan pemerintahan yang diemban oleh Pemprov DKI Jakarta dalam upaya penguatan pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di wilayah Pemprov DKI Jakarta.
“Perlu dilakukan dengan mengarusutamakan disabilitas di berbagai sektor dengan merujuk kepada ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan pembagian urusan pemerintahan dalam Raperda ini mengatur beberapa substansi materi penting UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” imbuhnya.
Wagub Ariza memaparkan, dalam konteks Raperda ini, Pemprov DKI Jakarta merumuskan aksi pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RADPD) yang berlaku 5 (lima) tahun. RADPD disusun dengan merujuk kepada Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) yang disusun oleh kementerian yang menangani bidang perencanaan sosial dan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta.
“Perumusan RADPD tersebut melibatkan masyarakat penyandang disabilitas melalui organisasi penyandang disabilitas dan organisasi masyarakat yang menyediakan layanan bagi penyandang disabilitas. Di samping tahap perencanaan, tak kalah pentingnya adalah tahapan evaluasi terhadap upaya penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Jakarta yang merupakan bagian dari evaluasi pembangunan daerah,” paparnya.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas terdapat 95 ketentuan yang memberikan tugas dan kewenangan kepada Pemprov, Kabupaten/Kota untuk ikut melaksanakan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Dengan pengaturan tentang penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam Perda, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang inklusif bagi para penyandang disabilitas. Hal itu kemudian akan memicu peningkatan kesejahteraan dan prestasi bagi penyandang disabilitas, baik dalam bidang pendidikan, olahraga, maupun seni dan budaya.
“Eksekutif berharap, Dewan dapat membahas, menyetujui dan menetapkan Raperda dimaksud menjadi Perda melalui suatu proses yang partisipatif, terutama dalam melibatkan para penyandang disabilitas sebagai pemangku kepentingan utama terhadap Raperda ini. Dengan proses yang partisipatif, maka kita semua sudah terlibat dalam mewujudkan prinsip ‘Nothing About Us Without Us‘ dalam pembentukan kebijakan yang terkait dengan disabilitas,” pungkasnya.*** Frans P