Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Jakarta, Penaberita.id–Demikian secuplik puisi Kerawang Bekasi karya Chairil Anwar yang dibacakan oleh aktivis, politikus, aktris serta presenter Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo dalam perhelatan Seabad Chairil Anwar di Tebet Eco Park, Minggu (29/5).
Dalam pembacaan puisi tersebut, Rahayu terlihat begitu menjiwai dan menghayati bai demi bait, bahkan kata demi kata dari puisi itu. Sesekali tatap matanya teduh, tak jarang matanya juga menyalak seiring pekik suara lantang memenuhi area Tebet Eco Park.
Rahayu mengungkapkan, karya pertama yang membuatnya jatuh cinta pada seni peran, yakni karya Haiwatha. Kala itu, ia baru berusia 12 tahun, tepatnya kelas tujuh (7) atawa satu (1) SMP. Bertepatan dengan audisi untuk pertunjukan sekolah.
“Haiwatha, dari awal sampai akhir bentuk karyanya puisi. Ketika itu ada tiga narator dan saya salah satu naratornya. Tidak pernah terbayang,” ungkapnya.
Kata Rahayu, dari sana mulai membaca karya-karya William Shakespeare, Chairil Anwar dan karya karya lainnya. Dan pada masa itu lebih fokus ke dunia seni peran. Pun kalau menulis, itu dalam bentuk syair lagu.
Terkait lagu, ketika itu saya tulis dan saya nyanyikan serta persembakan untuk Omah ketika meninggal. Saya menyanyikan diacara pemakamannya Omah dan belum menjadi yang profesional.
Ia pun berharap, ke depannya ada kesempatan menulis. Sebab,salah satu masalah terbesar baginya adalah waktu. Bukan soal kemampuan atawa tempatnya, tapi waktu.
Di salah satu webinar, lanjutnya, dari salah satu penulis, dikatakan, musuh utama untuk seorang penulis adalah waktu. Yang dimaksud adalah waktu yang tidak diganggu. Tidak hanya menulis atawa seni sastra, semua jenis seni, baik itu seni rupa, seni peran atawa seni apapun itu. Memang kita punya waktu, tapi untuk mendalami perlu waktu dan tidak diganggu oleh siapapun. Disiplin memang harus ada, tapi juga harus didukung oleh keluarga.
“Jadi, apa yang dilakukan oleh Chairil Anwar maupun semua penulis yang mengambil keputusan waktu menyendiri selama berkarya sampai karya itu lahir. Itu adalah suatu kemampuan yang dimiliki penulis. Itu adalah pilihan dan pilihan itu ada pengorbanan,” jelasnya.
Menyoal perhelatan itu, Ketua Pelaksana Peringatan Seabad Charil Anwar, Octavianus Masheka mengungkapkan rasa gembiranya yang tak terbendung karena banyak masyarakat Jakarta, khususnya Jakarta Selatan yang simpati dan merespon kegiatan tersebut.
“Saya juga mengucapkan terimakasih. Terkhusus Pak Iwan (Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta) yang sepenuh hati mendukung kegiatan ini, tutupnya.*** Frans P