Tambahkan Caption pada image dan akan tampil di kolom ini.

Oleh. Doddi Ahmad Fauzi

Perintah Qurban kali pertama disampaikan oleh Adam kepada Habil dan Kabil, dalam bentuk sedakah untuk hewan dan mungkin juga tumbuhan. Dalam beberapa keteraangan yang sering disampaikan khotib dalam sidang Jumat, Qurban oleh Habil dan Kabil dipersembahkan untuk binatang.

Karena untuk binatang, Kabil asal memberikan qurban, sedang Habil memilih persembahan terbaik. Hasilnya, persembahan Habil yang habis. Perlombaan yang terbaik dalam berqurban akhirnya dimenangkan Habil. Sebagaimana dikisahkan para khatib, Kabil yang dinyatakan kalah, jadi murka dan terbitlah angkara. Ia menghabisi Habil, padahal saudaranya.

Qurban paling legendaris, diperintahkan oleh Tuhan kepada Ibrahim, untuk menyembelih putranya. Dalam versi Taurat juga Inzil, anak yang diqurbankan bernama Ishak, sedang dalam versi Quran, anak yang diqurbankan adalah Ismail. Baik versi Taurat, Inzil, pun Quran, anak yang dikurbankan itu disulap menjadi domba. Hingga sekarang, penganut Taurat melakukan Qurban dalam bentuk domba, harus domba. Dalam umat Muhammad, domba boleh diganti dengan binatang lain yang layak dan baik untuk dimakan.

Bolehkah Qurban dengan ayam? Tak usah bertanya seperti itu, nanti ribut. Tapi jika ayamnya ada 1.250 ekor dengan harga masing-masing Rp40.000, ya jual saja dulu ayamnya, cukup untuk satu saham Qurban.

Pengurbanan Ibrahim dipersembahkan kepada para tetangga dan kerabat, juga pengurbanan yang dilakukan oleh Muhammad. Sering diceritakan oleh para khotib, saat Nabi Muhammad balik ke rumah sepulang dari masjid, mungkin sehabis salat Ashar, Nabi melihat masih ada daging tersisa, dan bertanyalah kepada istrinya: Apa semua tetangga sudah kebagian?

Istrinya menjawab, ada yang tidak dibagi, yang di sana, karena dia Yahudi.

Nabi Muhammad kemudian menyuruh memberikan daging itu kepada tetangga yang tidak dibagi.

Dari kisah yang disampaikan oleh banyak khatib itu dapat ditarik kesimpulan, penerima Qurban yang pertama adalah para tetangga, tanpa memandang SARA. Kecuali jika semua tetangga juga sudah berqurban, dan tidak ada fukoro dan masakin di sekitar masjid tempat Qurban, maka bolehlah qurban di berikan kepada kerabat jauh jaraknya.

Idul Adha disebut sebagai hari kemenangan, sedang Idul Fitri adalah hari kembali fitrah. Kemenangan itu kemudian diritualisasi dalam bentuk pengurbanan, berbagi kebahagiaan, dan saling memberikan perhatian kepada semua tetangga, tanpa memandang SARA.

Manusia punya akal, yang bertugas untuk menjadi pembeda antara yang hak dan batil, antara yang waras dan tidak waras, antara yang common sense dan egoism. Namun seringkali akal terdikte oleh nafsu, oleh syahwat, sehingga muncullah sikap bulus, dan jadilah akal bulus.

Dalam proses Qurban yang tidak dipertegas mustahiknya (penerima), si bulus itu bekerja untuk mempengaruhi akal, sehingga dicarilah akal-akalan atas nama Qurban, bertebaran ajakan berqurban untuk muslim nun di kawasan terpencil, untuk anak yatim di panti anu, dan seterusnya. Sekali lagi, jika di sekitar masjid kita sudah tidak ada faqir dan miskin, maka bolehlah qurban diberikan kepada yang lain. Tapi tunggu dulu, sebelum yang jauh, kita masih punya kerabat dekat atau teman, yang mungkin jaraknya jauh. Mereka lebih harus mendapatkan perhatian.

Kenapa Nabi menganjurkan seperti itu? Karena Islam itu menjadi berkah bagi seluruh alam, tanpa mengenal SARA. Bahkan kepada Yahudi (tak disebutkan kaya atau tidak), karena ia tetangga, qurban harus diberikan sebagai bentuk perhatian, berbagi kebahagiaan karena umat Islam sedang merayakan kemenangan.

Di tempat saya, masjid Assunnah kota Bandung, alhamdulillah warga RW kebagian semua, bahkan suka melintas ke RW lain, karena letaknya berbatasan. Ada pemilik kelontongan, sudah kaya dan raya, dan ia pemeluk Nasrani, tetap diberikan qurban, sebagaimana Nabi menitahkan seperti itu.

Juga dalam zakat, infaq, sodakoh, bahwa para penerima-nya yang berhak itu sudah ditetapkan dalam syariat, yang terdiri dari 8 penerima, dan di paling akhir adalah amilin (panitia). Hasil penggalangan dana ZIS jika merujuk ke asnaf yang telah ditetapkan, tidak diperuntukkan untuk membangun gedung apalagi mewah, selama masih ada fakir dan miskin, dan pelajar, dan orang yang tenggelam dalam utang, dan seterusnya.

Apa yang diungkap oleh Majalah Tempo terutama terkait gaji amilin yang fantastis di ACT, di sini si bulus akan bekerja untuk mempengaruhi akal. Jika misalkan benar umat Islam itu meniru Nabi, disebabkan telah terdapat suri tauladan pada Nabi, maka nabi saja miskin dan Ia menolak sedekah. Tapi amilin jaman sekarang, tidak mencontoh Nabi.

Saya sangat setuju jika seluruh lembaga pengumpul donasi dilakukan audit transparan, disebabkan mereka mengelola dana umat.

Yang menyedihkan dari peristiwa ACT, adalah sikap pengurus baru yang mempersalahkan pengurus lama, serta menyebut pengurus lama itu otoriter. Adanya sikap menyalahkan dan diumumkan secara publik melalui konferensi pers, sebenarnya sedang menegaskan bahwa lembaga ACT bermasalah. Pengurus yang baik, semestinya tidak lempar batu sembunyi tangan.