Oleh Muhammad Fithratullah. S.S. M.A
Seluruh umat Islam di dunia bersuka cita menyambut bulan suci Ramadan. Terlebih bagi umat Islam di Indonesia, menyambut datangnya bulan penuh berkah ini dilakukan dengan sangat meriah. Ramadan di Indonesia bukan hanya sebuah bulan suci umat Islam sebagai sebuah konsep ajaran agama, namun juga menjadi sebuah tradisi dan budaya yang melekat pada masyarakat.
Ada yang menarik pada tiap bulan ramadan yakni perubahan nilai budaya menjadi nilai – nilai islam, salah? Tentu saja tidak. Hal inilah yang disebut oleh Karl Marx sebagai Commodification. Menurutnya komodifikasi adalah keadaan ketika objek, seperti barang, jasa, pengetahuan, makhluk hidup, bahkan budaya ditransformasi menjadi komoditi atau produk yang bernilai dalam transaksi pasar.
Menurut Karl Marx terdapat dua nilai produksi yakni “nilai guna” yang dapat langsung diterima sesorang darimengkonsumsi barang yang memang sudah ada pada sifat fisik suatu produk, serta “nilai tukar” komoditas yang mana nilai suatu barang bergantung pada kebutuhan dan keinginan konsumennya. Komodifikasi sangat dekat dengan nilai tukar komoditas yang mana suatu produk yang diciptakan berkaitan erat dengan kebutuhan konsumennya. Hal ini tentu juga sangat dekat dengan ide kapitalisme yang mana barang dan jasa disediakan untuk menjawab permintaan pasar yang didorong oleh kebutuhan masyarakat.
Salah satu budaya populer yang bertransformasi adalah iklan televisi, iklan merupakan media yang digunakan oleh perusahaan untuk menginformasikan dan mengkomunikasikan produk mereka kepada calon konsumen. Tentu hal ini bisa dikaji secara semiotika, Roland Barthes mengatakan bahwa segala sesuatu yang ditemui di dunia mulai dari bahasa, sastra hingga mode dan iklan membawa kode atau tanda – tanda dan simbol yang memiliki makna. Tanda – tanda tersebut mengarah pada suatu sistem budaya yang lebih besar yang membentuk pemahaman dan kesadaran mengenai dunia di sekitar kita. Salah satu fenomena transformasi nilai suatu budaya dapat dilihat pada saat Ramadan. Transformasi tersebut terlihat pada iklan-iklan Ramadan pada produk-produk franchise dari Amerika seperti KFC, McDonald dan PizzaHut.
Iklan KFC di bulan Ramadan 2023 berjudul “Jagonya Ayam” berdurasi 14 detik. Iklan tersebut masih menampilkan kehidupan modern yang identik dengan kehidupan anak muda. Seorang anak muda dengan kacamata model kekinian sedang bermain sepak bola. Suasana religi ditampilkan dengan munculnya wanita dengan busana hijab modern dan munculnya menu ayam rendang dan kata sabar. Budaya populer masih melekat pada iklan tersebut.
Sementara iklan McDonald di bulan Ramadan berjudul “Bulan Ramadhan Bulan Kasih Sayang” berdurasi 1 menit. Iklan tersebut diawali dengan kemunculan seorang wanita dengan menggunakan hijab dan anak kecil yang diantar sekolah. Detik selanjutnya iklan menampilkan wanita yang bekerja sebagai karyawan McDonald. Suasana religi Ramadan dimunculkan dengan focus kehidupan wanita yang mengenakan hijab tadi dan keluarganya dalam menyambut kesempatan berbuka Bersama di McDonald. Nuansa budaya populer masih terlihat dengan suasana McDonald dengan pengunjung dari masyarakat kota besar. Hal ini terlihat dari tampilan baju yang dikenakan anak muda dan keluarga yang sedang makan.
Iklan Coca Cola di bulan Ramadan berjudul “Rasakan Keajaiban Ramadhan Bersama” berdurasi 14 detik. Iklan ini lebih menampilkan suasana ramadan dan meninggalkan kehidupan modern yang biasa ditampilkan. Iklan minuman bersoda yang biasanya berfokus pada kehidupan remaja yang “dinamis dan bebas dalam berexpressi” ditransformasikan mengikuti “vibes” yang menawarkan suasana keakraban dan keluarga yang mana memang sangat dekat dengan konsep Ramadan. Detik-detik pertama iklan menyuguhkan suasana keluarga yang sedang menikmati berbuka bersama dengan segelas coca cola. Suasana religi Islami terlihat dari dua keluarga yang wanitanya mengenakan hijab. Budaya populer terlihat dengan tampilan menu kekinian dan anak muda yang mengenakan kaos kekinian.
Pada bulan suci Ramadan semua iklan bertranformasi menjadi lebih islami. Produk – produk populer milik Amerika dari makanan cepat saji juga menyuguhkan iklan yang lebih Muslim friendly. Iklan makanan cepat saji keluaran Amerika juga ikut – ikutan mempromosikan segala bentuk jenis paket Ramadan, dari paket berbuka hingga paket sahur. Tampilkan iklan yang biasanya terkait dengan kehidupan anak muda yang “bebas ribet” ditransformasikan menjadi iklan yang menggambarkan “kekeluargaan dan kehangatan Ramadhan”.
Iklan sebagai media komunikasi masa merupakan alat antara pelanggan dan produsen menyuguhkan kode – kode semiotika. Hal ini bertujuan untuk menggugah alam bawah sadar konsumen untuk meningkatkan minat mereka terhadap produk tertentu. Secara tidak langsung, tujuan iklan untuk membangun citra dari produk tersebut serta perusahaan secara positif di kalangan masyarakat mayoritas muslim. Perubahan nilai budaya dalam suatu produk dapat dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat terutama di Indonesia yang merupakan negara Muslim terbesar di dunia. Di bulan suci ini, masyarakat Indonesia lebih fokus kepada segala hal yang berbau “Islami” dengan melakukan trasformasi budaya pada nilai iklan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penjualan dari produk tersebut. Karl Marx mengatakan bahwa komodifikasi budaya dapat dilakukan dalam untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia. Fenomena komodikasi dalam sebuah pariwara tentu terjadi pada produk apa saja, tergantung konteks dan target pasarnya.(*)
Muhammad Fithratullah. S.S. M.A
Dosen Universitas Teknokrat Indonesia
Ahli Sastra Amerika