
Jakarta, Penaberita.id—Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) di DKI Jakarta dilakukan berdasarkan aturan hukum serta rasa keadilan sosial bagi pengusahan dan pekerja.
Andri Yansyah menjelaskan,berdasarkan sejarah singkatnya, penetapan upah tersebut melewati tiga periode. Pertama, penetapan berdasarkan survey pasar. Kurun waktu 2004-2015 penetapannya dilakukan secara pluktuatif, trennya tidak sama, bahkan pernah tahun 2013 DKI menetapkan 43,9 persen setelah itu 15 persen, 18 persen, 10 persen karena pada saat itu belum ada pedoman yang menetukan penetapan UMP.
Periode Kedua menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015 yang mana penetapannya berdasarkan inflasi dan PDB semester pertama. Meski demikian masih ada tuntutan, demo dan lain sebagainya. Namun disiasatinya dengan menyiapkan program-program untuk pekerja, salah satunya menerbitkan Kartu Pekerja Jakarta (KPJ). Tujuannya untukmengurangi beban pengeluaran para pekerja dengan menggunakan KPJ ini dengan memberikan subsidi transportasi, subsidi pangan, pendidikan dan subsidi lainnya. Sehingga pendapatan yang diterima oleh pekerja bisa lebih banyak yang disisihkan karena pengeluarannya sudah disubsidi.
Dengan strategi itu situasi kondusif di DKI Jakarta bisa tetap terjaga, tenang dan nyaman sehingga memberikan kesan kepada investor bahwa berinvestasi di DKI Jakarta dan di Indonesia bisa dijamin ketenangan dan kenyamanannya. Kondusif yang dimaksud hubungan industrialnya bisa berjalan dengan baik pada 2016 sampai 2021. UMP pada masa itu rata-rata 8,6 persen. “Mulai dari 8,3 persen kemudian 8,7 persen kemudian 8,0 persen, kemudian 8,5 persen dan terakhir kemarin di tahun 2021 UMP-nya 3,3 persen dengan pola asimetris karena masih masa pandemi,” jelasnya belum lama ini ketika dijumpai di kantornya, Jl. Prajurit KKO Usman dan Harun No.52, Gambir, Jakarta Pusat.
Dengan kata lain, penetapan UMP untuk sektor-sektor usaha yang mengalami pertumbuhan bisa menggunakan angka Rp 4.416.186, tetapi untuk sektor yang mengalami penurunan karena adanya pandemi, boleh menggunakan UMP tahun 2020, yakni Rp 4.276.349. Disamping memberikan kartu pekerja, pihaknya juga memberikan kebijakan ruang untuk melakukan penyesuaian. Sebab pada masa pandemi ini, selain ada sektor usaha yang mengalami pemunduran, penurunan, kontraksi yang benar-benar sangat signifikan sehingga perusahaan harus diselamatkan, dengan menerapkan UMP tahun lalu. “Selain itu ada juga sektor usaha yang mengalami peningkatan, seperti sektor telekomunikasi, kesehatan, dan sektor-sektor usaha lainnya yang pekerjanya harus kita perhatikan, sehingga harus diberikan penghargaan dengan menggunakan UMP 2021 untuk pemberlakuan 2022,” ujarnya.
Untuk sistem pengawasannya, perusahaan harus mengajukan permohonan kemudian dipelajari dengan melibatkan dewan pengupahan yang di dalamnya ada unsur pemerintahan yang lain, unsur asosiasi, unsur pengusaha dan yang paling penting ada unsur BPS, akademisi, pakar. Jika diperhatikan dari BPS juga telah kelihatan, sektor usaha yang tumbuh dan mengalami penurunan. Dari total seribu sekian, ada sekitar 890 yang menggunakan UMP 2020 sisanya, menggunakan UMP 2021 karena sektor usahanya telah tumbuh.
Periode ketiga, yakni berdasarkan PP 2021 untuk 2022, yaitu PP 36 Tahun 2021 dengan formulasi yang sudah ditetapkan dalam PP tersebut. Singkatnya karena pihaknya telah melakukan diskusi, perundingan dengan dewan pengupahan, maka pada 19 Desember 2021 melalui SK Gubernur Nomor 1395 Tahun 2021 dengan besaran Rp 4.453.935 atawa naik sebesar Rp 37.748 atawa sebesar 0,85 persen. Hal itu pula yang menjadi alasan bagi pihaknya untuk melayangkan surat kepada kementerian terkait masalah formalisasi yang digunakan terhadap PP Nomor 36 Tahun 2021 untuk 2022.
Untuk menjelaskan hal itu, pihaknya kemudian berkirim surat ke pemerintah pusat, sebab kemarin saja dimasa pandemi naiknya diangka 3 persen, sekarang malah 0,85 persen. “Kemudian melakukan kajian dan menerima pendapat dari BI, INDEF, Bapenas, pertumbuhan 2022 nanti sesuai dengan rilis BPS Insya Allah pertumbuhan ekonominya diangka 3,5 persen,inflasinya 1,6 persen. “Singkat kata kita melakukan revisi diangka 5,1 persen atawa Rp 4.641.854,” tuturnya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah alasan untuk menghadirkan keadilan sosial, bahwa pandemi ini kurvanya, kurva K; ada yang turun ada yang naik. Sama dengan tahun 2021 kemarin yang diputuskan tahun 2020. SK 1517 itu memberikan peluang ruang untuk melakukan penyesuaian kepada perusahaan yang belum tumbuh apakah menggunakan PP 2021 atau berdasarkan kesepakatan dengan serikat pekerja. Akan tetapi untuk perusahaan yang tumbuh harus menggunakan SK Gubernur.
Peran pemerintah harus berada diantara pengusaha dan pekerja dan berusaha menghadirkan keadilan sosial. Untuk perusahaan-perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan bisa menggunakan UMP 2021 atawa UMP hasil kesepakatan asosiasi dan serikat, karena pemerintah harus menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang belum tumbuh dan tidak bisa dipaksa. Pihaknya juga harus bisa memberikan rasa keadilan untuk pekerja-pekerja yang bekerja di perusahaan yang mengalami pertumbuhan. Sebab kita melihat apa yang dilakukan, produk yang dihasilkan, masa tidak mendapatkan penghasilan yang layak. “Disitulah Pak Gubernur selalu mengatakan, yang besar Insya Allah semakin besar, yang kecil ikut juga besar. Membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar, filosofisnya seperti itu. Hal tersebut dilakukan agar situasi di Jakarta yang kondusif ini benar-benar bisa dipertahankan,” tandasnya. *** Frans P