Institut Kesenian Jakarta Bahas Peran Seni dan Budaya Tengah Kehidupan Masyarakat Urban Perkotaan

Foto: Institut Kesenian Jakarta Bahas Peran Seni dan Budaya Tengah Kehidupan Masyarakat Urban Perkotaan (Dok. Panitia)
Foto: Institut Kesenian Jakarta Bahas Peran Seni dan Budaya Tengah Kehidupan Masyarakat Urban Perkotaan (Dok. Panitia)

Jakarta, Penaberita.id—Seni dan budaya menjadi inti penentu kualitas dan karakter kota. Seni dan budaya bahkan diyakini mampu memperkuat keberagaman, serta mendorong inklusisosial.

Peran seni dan budaya di kota urban Jakarta inilah yang akan dikupas lewat seminar yang digagas PERS Institut                Kesenian Jakarta (IKJ).

Seminar Internasional bertajuk “Cultural Rights to The   City” Jakarta, juga nendapat dukungan dari Yayasan  Seni Budaya Jakarta. Acara ini berlangsung secara luring selama 2 (dua)           hari, yakni pada 4-5 Desember 2024         di kampus IKJ.

Konsep “Cultural Rights to The City” menyoroti  urgensi pengakuan dan pembinaan hak budaya dalam konteks perkotaan. Hal ini terkait              kemampuan masyarakat dalam                mengakses menggunakan, dan berkontribusi pada      kehidupan budaya kota, serta untuk mengenali dan menghargai               identitas maupun warisan budaya yang beragam. 

Sehingga terbukti bahwa  seni dan budaya bukan hanya sekadar hiasan atau aksesori kehidupan perkotaan semata, namun juga        menjadi inti yang menentukan kualitas dan karakter kota, memperkuat keberagaman, serta mendorong inklusi sosial.

Seminar hari pertama (Rabu, 4 Desember 2024) menghadirkan sejumlah  akademisi dan                praktisi lintas negara sebagai pembicara  kunci dan pembicara utama. Hilmar Farid, Ph.D (Institut Kesenian Jakarta, Indonesia) diundang sebagai pembicara kunci,             kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari  tujuh pembicara utama                lainnya. Tujuh nara sumber, yaitu Prof.  Kenneth Feinstein, Ph.D (University       of Leeds, Inggris), Prof. Shin Nakagawa (Osaka City University, Jepang), Yuta Sugihara (Seeder            Inc, Jepang), Prof. Lilia “Lil” De Jesus, Ph.D (Enderun College, Filipina), Nan T. Achnas, Ph.D (Institut  Kesenian Jakarta, Indonesia), dan Surianty Liu Chun Wai (Penata Artistik, Hong Kong).    

Acara ini dimoderatori oleh Debra Yatim, seorang pegiat seni dan jurnalistik. Seminar hari             kedua (Kamis, 5                Desember 2025) terbagi menjadi empat               panel yang menampilkan pemaparan dari  35 orang akademisi seni. Keempat panel ini masing-masing mengusung        tema urban seperti “Urban History          as Urban Art History” (bagaimana perjalanan sejarah kota-kota di seluruh dunia            tidak terpisah dari perkembangan dinamis dari seni urban).

Kemudian “Imagining Future Urban Culture” (bagaimana kota-kota masa depan menjadi pusat budaya yang inklusif, dinamis, dan berkelanjutan), “Urban Citizens’ Cultural Rights”(bagaimana hak setiap masyarakat urban dalam    mengakses, berpartisipasi, dan berkontribusi terhadap kehidupan budaya urban), serta “Betawi Culture and Urban Hybrids” (bagaimana budaya Betawi sebagai salah satu identitas budaya utama Jakarta, yang terus bertransformasi serta berinteraksi dengan sejumlah pengaruh budaya lain di tengah        arus urbanisasi  dan globalisasi).

Rangkaian seminar internasional ini bertujuan untuk menjadi media diskusi multidisiplin mengenai implementasi hak-hak budaya         dalam perkembangan dan manajemen ruang urban, serta mengidentifikasi strategi dalam           mempromosikannya melalui seni dan budaya.* Frans