Jakarta, Penaberita.id–Dosen Hukum Tata Negara Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Alip Dian Pratama menilai bahwa asas dominosalitis dapat merusak sistem hukum di Indonesia.
Ia menuturkan, jika bicara tentang asas dominosalitis, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting bagi kita sebagai ibu society.
Pertama, asas dominan kritis itu betul-betul akan memberikan kewenangan yang sangat luar biasa besar kepada Kejaksaan.
Karena dengan penerapan asas dominus kritis itu, maka Kejaksaan memiliki hak subjektif untuk mempertimbangkan apakah suatu penyelesaian perkara itu bisa diselesaikan melalui persidangan atau justru juga di luar persidangan.
“Hal ini tentu harus menjadi catatan tebal. Kalau kita bicara konsep KUHP yang lama, justru memberikan ruang yang cukup besar kepada publik untuk memiliki pertimbangan apakah akan mengajukan tuntutan atau tidak,” tutur Alip Dian Pratama, Dosen Hukum Tata Negara Unsri, Palembang, Jumat (7/2).
“Sehingga dalam sistem KUHP yang lama maupun yang baru itu, ada keseimbangan peran antara negara dan warga negara,” tambahnya.
Kemudian berikutnya, kalau bicara tentang relasi-relasi yang terbangun antara Kejaksaan dan publik, selama ini kita tentu menyadari bahwa Kejaksaan merupakan salah satu lembaga yang memiliki ‘PR’ yang cukup banyak pasca adanya revisi undang-undang KPK yang kemudian secara langsung dan tidak langsung membuat peran Kejaksaan menjadi sangat sentral dalam konteks penegakan hukum.
Maka, yang menjadi pertanyaan besar juga bagi publik apakah betul Kejaksaan mampu bersikap objektif dalam penggunaan asas dominan dominofritis tersebut? Sebab tentu kita juga menyadari bahwa asas dominotitis ini merupakan pedang bermata dua.
Di satu sisi kalau Kejaksaan memiliki controlling cukup baik dalam penggunaan sehari-hari, maka tentu Kejaksaan akan mendapatkan rapor biru dari publik.
“Tapi sebaliknya, kalau justru penggunaan asas tersebut dilakukan secara ugal-ugalan, ya oleh aparat yang tidak bertanggung jawab, bukan tidak mungkin maka masa depan saya akan hukum di Republik ini akan semakin buram,” ungkapnya.
Dan wajah institusi Kejaksaan akan semakin disorot oleh publik. Selanjutnya tentu kita sebagai situs society harus menyatakan sikap kritis kita terhadap potensi penggunaan aset atau minus kritis ini.
“Karena pada dasarnya seharusnya relasi yang terbangun antara negara dan warga negara itu dalam koridor yang seimbang yang balance bukan sebaliknya yang justru ingin memberikan ruang yang besar kepada negara untuk mengoperasi warga negara, dan seharusnya harus ditolak jika tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat secara umum,” tutupnya. *FE