Di atas kanvas berukuran 100×180 cm, tampak seekor ayam jago berbulu putih dengan tengger merah api sedang menerjang sambil mengibas kibaskan sayapnya. Di atas kanvas berlatar hitam pekat itu, sepertinya sang ayam jago sedang berjuang atau sedang beradu.
Tapi entah dengan ayam yang mana atau dengan lawan yang mana ayam itu bertarung, sebab yang tampak di atas kanvas hanya seekor ayam tersebut saja. Demikianlah segurat cerita yang tertangkap dari lukisan KRHT Sulistyo Hadinagoro yang dibuat pada tahun 2021 dengan judul, The Motion Power #2.
Tak berjarak dari lukisan itu, para pengunjung juga merasakan aura perjuangan dari ayam jago dengan tengger merah menyala dan bulu hitam bercampur kuning keemasan, juga tampak sedang menerjang lawannya di atas kanvas dengan latar hitam. Dalam lukisan yang berjudul, The Motion Powe #1 itu musuh si ayam jago juga tak tampak secara kasat mata. Namun, lukisan itu seakan mengajak para penonton pameran untuk terus bersatu padu, berjuang serta melawan segala persoalan hidup dan kehidupan.
Dalam hal ini, tentu lawan kita bahkan seluruh masyarakat Indonesia adalah wabah virus Covid-19, keterpurukan ekonomi, kesehatan dan persoalan-persoalan hidup dan kehidupan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung untuk semakin bersatu, semakin solid dalam menghadapi segala tantangan.
Dengan kata lain, dalam perhelatan pameran tunggal Mas Sulistyo, dengan tajuk, Born To Be Jagoan, pada 7-16 November 2021 di Kuntskring Paleis, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam perhelatan pameran itu, total ada sebanyak 30 karya lukisan yang dicipta dalam kurun waktu lima tahun ke belakang.
Melukis Adalah Napas
Tahun 1993, waktu itu saya sedang menghelat pameran tunggal kedua di Museum Joang 45 dibuka oleh Akbar Tanjung yang baru satu minggu menjabat sebagai Menteri Perumahan Rakyat. Waktu itu Pak Akbar bertanya, tamunya mana? Kamu tidak mengundang? Karena pada masa itu tidak ada tamu yang datang (itu pameran tunggal saya yang kedua dan saya belum diperhitungkan dalam jagad seni rupa Tanah Air). Kenang Sulistyo dengan tatapan sembab saat bercakap-cakap sebelum perhelatan pameran tunggalnya diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan secara virtual.
Menyambung dari kisah tersebut, ketercapaian Sulistyo saat ini menjadi segaris dengan semangat dan perjuangan yang pantang menyerah dalam menetapkan serta memantapkan diri di jalan seni rupa. Jalan kesenian tidak hanya menjadi jalan untuk meraih rezeki, namun juga dipilih sebagai hidup dan penghidupan. “Dan yang paling penting lagi, bagi saya melukis adalah napas,” ungkapnya tegas dan mantab.
Menyoal warna-warna hitam yang dengan sengaja dihadirkan di atas kanvas, Mas Sulistyo menyebutkan, bahwa warna hitam itu sebagai penanda negara bahkan dunia pernah atau sedang menghadapi masa sulit, yaitu masa Pandemi Covid-19. Jadi, pandemi serta situasi yang dihadirkan membuat setiap kita terus berjuang untuk diri sendiri, keluarga bahkan bangsa dan negara. “Saya percaya, bahwa setiap kita, apapun profesinya bisa menjadi jagoan untuk Indonesia,” tuturnya.
Hal serupa juga diterangkan oleh pecinta seni Juan Gondokusumo, bahwa ayam-ayam jago yang ada di kanvas Sulistyo bukan sekadar ayam. Ada makna yang tersirat dari symbol ayam ini. “Salah satunya, selain gagah dan berani, makna lain yang bisa dirasakan adalah tekun, konsisten serta semangat pantang menyerah dalam berjuang,” pungkasnya. *** Frans P