Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid: Hilangnya Resep Makanan Asli Bisa Memunculkan Ketergantungan Pada Produk Eksternal

Tambahkan Caption pada image dan akan tampil di kolom ini.

Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menggelar sesi program konferensi “Why Saving Our Grandma’s Recipes is an Act of Cultural Preservation”. 

Sesi program konferensi tersebut merupakan salah satu rangkaian penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2021 yang mengangkat tema “Cerlang Nusantara, Pandu Masa Depan” yang sepenuhnya diselenggarakan secara daring, dan akan ditayangkan pada 19 – 26 November 2021. 

Sesi program konferensi ini merupakan kerja sama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kedutaan Besar Amerika Serikat – Indonesia; Yayasan NUSA Gastronomy Indonesia dan Pusat Studi Ketahanan Iklim dan Kota, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Adapun pembicara dalam kegiatan ini, yakni Jing Tio (international gastronome), Chris Salan (chef asal Amerika Serikat), Ragil Imam Wibowo (chef asal Indonesia), dan Lois Ellen Frank (sejarawan pangan Amerika Serikat). 

Forum ini akan berdiskusi mengenai berbagai macam isu yang krusial untuk dibahas, antara lain: Kultur kuliner di Indonesia yang mengandalkan pengetahuan lisan dibandingkan dengan pengetahuan tulisan; Ketidakseimbangan popularitas masakan di penjuru negeri; dan Melestarikan resep tradisional dan budaya pangan sebagai upaya menuju ketahanan pangan. 

Selanjutnya keseluruhan rangkaian kegiatan ini dapat diakses oleh seluruh masyarakat melalui berbagai platform yang telah disediakan, yakni situs web PKN.id, kanal budaya Indonesiana TV di Indihome saluran 200 (SD) dan 916 (HD), dan juga kanal Youtube Budaya Saya. Selain itu untuk kegiatan pembukaan dan penutupan dapat diakses langsung melalui siaran TVRI.

Terkait kegiatan tersebut, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menyambut baik dengan diselenggarakannya forum diskusi ini. Menurutnya, sulit untuk menemukan resep tradisional dan catatan budaya makanan yang diturunkan dari generasi ke generasi. “Resep-resep asli ini perlahan menghilang ketika generasi muda menolak untuk belajar memasak dari pendahulu mereka atau hanya ibu mereka,” ujarnya seperti yang dikutip dari siaran pers Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Senin (15/11).

Dijelaskan Hilmar, jika hal tersebut terjadi akibat fenomena efek urbanisasi dan globalisasi, yang secara tidak langsung mengekspos masyarakat pada budaya yang berbeda, khususnya budaya modern yang mengganggu budaya pangan lokal. Pergeseran standar dan hilangnya resep dan budaya makanan asli tidak hanya akan memperburuk kemampuan bertahan hidup masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya lokal mereka, tetapi juga memunculkan ketergantungan pada produk eksternal yang terkait erat dengan isu perubahan iklim. 

“Oleh karena itu, kami percaya, tindakan sederhana menyelamatkan resep asli seperti mencatat masakan nenek atau ibu kita adalah tindakan pelestarian budaya yang mungkin berdampak pada budaya kuliner dan ketahanan pangan masyarakat setempat, dan dalam perspektif yang lebih global, untuk skala nasional,” jelasnya. 

Duta Besar Amerika Serikat Untuk Indonesia, Sung Kim, turut menyambut diselenggarakannya program konferensi. Menurut Sung Kim saat ini Indonesia dan Amerika Serikat kembali berdiri bersama untuk merayakan simpul kebudayaan yang telah terjalin lama diantara kedua negara, terutama bagaimana keberagaman telah menyatukan kita bersama. 

“Saya mengucapkan terima kasih, dan selamat untuk Nusa Gastronomy Foundation, dan rekan-rekan mereka di Pusat Kajian Resiliansi Universitas Tujuh Belas Agustus. Ini merupakan proyek pertama kami dalam sejarah dari 20 tahun dana hibah Kedutaan Amerika Serikat untuk Pelestarian Budaya yang khususnya berfokus pada pelestarian warisan kuliner dan tradisi pangan,” tandasnya. *** Frans P