Dewantara Center-15 Pelukis Indonesia, Membaca Fenomena Global dan Merangkum Optimisme Hari Depan

Tambahkan Caption pada image dan akan tampil di kolom ini.

Di atas kanvas berukuran 380×80 cm meter, di punggung lautan lepas yang tenang, tampak sebuah perahu sedang berlayar mengurai jarak menuju arah yang entah. Sementara di atas dan di hadapan perahu itu, barisan rumah-rumah dengan latar hitam, putih, merah, ungu dan warna-warna lainnya tersusun rapi.

Tampaknya pelukis yang juga Ketua Dewantara Center, Syahnagra Ismaill mencoba menarasikan tentang suasana lautan Marauke Sabang yang tak sekadar menawarkan keindahan tapi juga menawarkan harapan yang tak berkesudahan. Artinya, seniman yang suka mengembara ini seakan mengajak masyarakat penonton pameran untuk menatap masa depan yang lebih baik namun tetap merawat kesehatan dan tetap waspada (menerapkan protokol kesehatan yang ketat) terhadap Pandemi Covid-19. Demikianlah suasana yang terekam dalam lukisan karya Syahnagra Ismaill berjudul, “Dari Merauke ke Sabang” yang dicipta pada 2021 ini.

Di seberang lukisan itu, diantara dua individu dengan kepala terkulai dengan rambut panjang menjuntai sampai ke bibir lantai, tampak sesosok makhluk tanpa kepala sedang berdiri. Di batas bagian atas dan bawah tubuhnya, sebuah lingkaran berwarna merah terasa cukup tegas memancar. Sepertinya, seniman Sri Warso Wahono, melalui lukisannya yang berjudul, “Rampogan Harga Diri” ingin berkisah tentang sebuah kondisi di masa pandemic.

Dengan kata lain, seniman mencoba menarasikan peristiwa atau pesan-pesan yang ditangkap dari suasana, informasi maupun yang dirasakannya langsung pada masa Pandemi Covid-19 ini. Singkatnya, situasi pandemi ini tidak hanya merampok kesehatan fisik dari setiap makhluk, tapi juga merampok kesehatan pikiran dan mental. Tak heran dan tidak sedikit orang bahkan negara, hingga ini waktu masih merasakan kecemasan akan hari ini dan hari depan.

Demikianlah setampak karya yang bisa disimak dalam perhelatan pameran lukisan bertajuk, “Membaca Dunia atau Read The World” yang digelar oleh Dewantara Center, di Balai Budaya Jakarta, pada 23-29 November 2021. Pameran yang dibuka oleh Prof. Salim Said tersebut memamerkan karya dari 15 pelukis Indonesia.

Yang jelas, pameran tersebut juga menampilkan karya-karya dari pelukis-pelukis Indonesia berbakat lainnya, seperti karya lukis Ary Okta berjudul, “Diskusi Oksigen”, karya Ade Artie berjudul, “Disharmony”, karya Bibiana Lee berjudul, “Kintsugi”, karya Indah Arsyad berjudul “The Promise of Motherland”, karya Nadia St Iskandar berjudul, “Saling Silih” dan karya pelukis-pelukis lainnya.

Merangkum Rasa Optimis

Kurator Pameran, Iwan Jaconiah menuturkan, tema Membaca Dunia atau Read The World dipilih karena tema ini menjadi semacam sebuah gerakan bersama dari seniman Indonesia, khususnya dari 15 pelukis yang memamerkan karya-karyanya dalam perhelatan pameran ini. “Dengan kata lain, pameran bersama ini menjadi sebuah sarana untuk menggaungkan rasa optimisme para pelukis dalam menyambut dunia pascapandemi Covid-19,” tuturnya.

Dipaparkan Iwan, gaya-gaya lukisan dalam pameran ini menampilkan corak abstraksionisme, expressioniesme dan hybrid art. Sangat terasa pada beberapa karya yang kuat pengaruh Barat. Namun sebaliknya, unsur Timur juga begitu erat terbungkus menawan di beberapa karya lainnya yang disuguhkan kepada publik. Kekuatan dan karakter individu yang berbeda-beda kian memberikan sentuhan bersahaja dan berkesinambungan. “Bersatu padu menghadirkan seutas ikatan benang merah lwat tema Membaca Dunia,” paparnya.

Yang jelas, lanjutnya, selain untuk merayakan kegembiraan bersama Dewantara Center yang telah berusia ketujuh tahun, pameran Membaca Dunia ini menjadi sebuah gerakan awal bersama menuju era pasca-kontemporer (post-contemporary) di Indonesia. “Apalagi Presiden Joko Widodo telah memasung cita-cita bersama lewat Monumen Kapsul Waktu yang kini memukau berdiri di Merauke, Papua. Kelak cita-cita generasi muda yang ditulis akan dibuka dan dibacakan pada 2085,” ungkapnya.

Ketua Dewantara Center, Syahnagra Ismaill menambahkan, diusia yang ketujuh ini, mungkin Dewantara Center belum apa-apa bagi masyarakat, tapi setidaknya mencoba untuk melihat kebudayaan dan kesenian sebagai salah satu kekuatan dalam membangun energi dan persahabatan antarbangsa-bangsa. “Harapannya, seni lukis, termasuk lukisan-lukisan yang dipamerkan ini bisa menjadi energi dalam membangun dunia,” pungkasnya.

Penulis dan Foto: Frans P