BWCF 2023 Bakal Bahas Spektrum Pemikiran Edi Sedyawati

Foto: Poster Borobudur Writers and Cultural Festival (ISTIMEWA)
Foto: Poster Borobudur Writers and Cultural Festival (ISTIMEWA)

Malang, Penaberita.id—Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 akan digelar di Malang pada 23 – 27 November 2023. Festival kali ini digelar sebagai upaya merayakan spektrum pemikiran mantan Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Edi Sedyawati.

Festival tersebut akan menampilkan pelbagai acara, mulai dari ceramah-ceramah arkeologi dan seni, pemutaran film yang berkaitan dengan arkeologi, tari  sampai pertunjukan seni dan sastra.

Penggagas BWCF (Borobudur Writers and Cultural Festival), Seno Joko Suyono mengatakan, Tahun 2022, BWCF mengangkat pemikiran almarhum arkeolog Hariani Santiko, rekan kerja Edi Sedyawati yang wafat lebih dahulu. Disertasi Hariani yang dipertahankan di Universitas Indonesia tahun 1987 berjudul Kedudukan Batari Durga di Jawa pada Abad X-XV Masehi. Disertasi tersebut kami anggap sangat penting dan langka karena menyajikan data dan dokumen mengenai salah satu heritage arkeologi kita yang hebat tetapi dilupakan dan jarang dibahas: arca-arca Durga.

“Tahun 2023 ini, giliran spektrum pemikiran Edi Sedyawati yang kami pilih sebagai tema utama BWCF. Disertasi Edi Sedyawati berjudul Pengarcaan Ganesa Masa Kadiri dan Singhasari: Sebuah Tinjauan Sejarah Kesenian sama pentingnya dengan disertasi Hariani Santiko,” ujar Seno Joko Suyono seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu (15/11).

Mas Seno (sapaan karibnya) menjelaskan, Bu Edi juga dikenal sangat expert dalam dunia tari, baik dari kajian relief maupun kajian dunia seni pertunjukan Indonesia. Pada tahun 1981, Penerbit Sinar Harapan menerbitkan kumpulan tulisan tari Edi Sedyawati dalam buku bertajuk Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Sinar Harapan, 1981).

Dalam buku itu, Bu Edi membahas jalan perkembangan tari Indonesia sampai kajian arkeologi tari yang menganalisa relief-relief percandian kita yang memiliki visual adegan tari. Bu Edi misalnya sangat cemerlang membedah relief tari Prambanan maupun Borobudur.

Dengan ketelitian akademis tinggi, ia membandingan sikap dasar berdiri, motif-motif gerak tungkai kaki, motif-motif gerak tangan adegan-adegan tari yang ada di relief kedua candi dengan pose-pose tari baku yang ada di dalam buku klasik standart Natya Sastra dari India. Sangat langka sekali arkeolog yang mampu membedah gerak tari di relief demikian detail sebagaimana Edi Sedyawati.

Pokok bahasan Bu Edi untuk memahami sejarah seni Indonesia terentang panjang mulai studi sejarah musik, tari dan teater, problem-problem tari kontemporer yang berbasis tradisi sampai “bilingualism” teater tradisi kita. Bu Edi, memang juga dikenal seorang kritikus tari. Bu Edi sangat aktif menulis baik di Majalah Tempo, Harian Kompas maupun The Jakarta Post, baik dalam bentuk resensi-resensi pertunjukan tari tradisi maupun kontemporer Indonesia. Ia misalnya pernah mereview pentas koreografer Gusmiati Suid (almarhum) sampai pentas koreografer Amerika terkemuka Paul Taylor.

“Maka dari itulah sebuah sesi di 4ocumente nanti akan dipersembahkan untuk membahas  kontribusi Edi Sedyawati yang besar dalam mengarungi dunia tari Indonesia,” jelasnya.

Mas Seno menuturkan, sampai hari ini, penelitian tentang Ganesa tidak berhenti pada disertasi Bu Edi. Sebab, penemuan-penemuan arca Ganesa terus bermunculan saat eksvakasi situs-situs di Jawa atau ditemukan tak sengaja oleh warga desa. Pada tahun 2019, misalnya warga Dusun Genengan, Desa Bangsri, Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan menemukan arca Ganesa batu cukup besar yang memiliki ikonografi tak lazim. Arca Ganesa itu mempunyai rambut panjang ikal terurai – sehingga penduduk menyebutnya Ganesha berambut gimbal dan di belakangnya ada ukiran naga. Hal tersebut sangat menarik karena di luar pengarcaan Ganesha pada umumnya.

“Dalam memperingati penelitian Bu Edi tentang Ganesha, kami akan mengundang pakar-pakar baik dari luar negeri, Jawa dan Bali membicarakan Ganesha yang masih menyimpan misteri. Kami akan me-launching sebuah buku dengan isi sekitar 1000 halaman yang memuat tentang artikel-artikel mengenai Ganesa dan seni pertunjukan yang ditulis para peneliti. Tulisan-tulisan yang termaktub dalam buku berjudul Ganesa, Seni Pertunjukan, dan Pelestarian Warisan Budaya, kami jaring lewat progam Call for Paper,” pungkasnya.*** Frans P